Warta Minggu Ini
ANAK-ANAK ADALAH MILIK PUSAKA TUHAN

“Sesungguhnya anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.”

(Mazmur 127: 3 – 4)

Bunuh diri di kalangan remaja semakin marak terjadi. Dalam penelitian terbaru di DKI Jakarta, sekitar 5% remaja SMA memiliki ide bunuh diri. Selanjutnya, remaja yang terdeteksi berisiko bunuh diri juga berpotensi 5,39 kali lipat lebih besar mempunyai ide bunuh diri dibandingkan pelajar yang tidak terdeteksi berisiko. Di mana penyebabnya adalah pola pikir abstrak yang menimbulkan perilaku risk-taker sehingga menimbulkan sifat agresif. Umumnya kecenderungan anak-anak untuk bunuh diri disebabkan karena mereka merasa kesepian di tengah keramaian, mengalami kerentanan hidup ketika mereka kurang merasa mendapatkan kasih sayang seperti diharapkannya.

Dalam Bulan Anak di gereja kita, tepatnya dalam rangka Hari Anak Nasional tahun ini, tema kebaktian yaitu “Mencintai dengan Gigih”, yang artinya pantang menyerah dalam mencintai anak kita. Tema ini menarik saat kita sandingkan dengan fenomena bunuh diri di kalangan anak muda masa kini. Bagaimana kita sebagai orangtua memberikan kasih sayang yang tepat bagi mereka. Bagaimana kita pun ditantang untuk mencintai anak kita sebagaimana mereka adanya. Sebagai orangtua memang kita diharapkan menjadi role model bagi anak-anak. Kita memiliki pekerjaan rumah untuk konsisten mengasihi anak-anak walaupun keinginan, perbuatan, bahkan jalan pikiran mereka tidak selalu cocok dan sesuai dengan kita.

Karena itu menarik apabila kita menyelami perkataan Pemazmur yang percaya bahwa anak-anak adalah milik pusaka Allah. Ini mengingatkan kita bahwa anak-anak adalah berkat yang Dia berikan, namun bukan seluruhnya utuh milik kita. Pemilik mereka tetaplah Allah. Pemazmur melukiskan dengan indah kedalaman teologi relasi antara Tuhan, orangtua dan anak dengan gambaran busur, panah dan pemanah. Orangtua hanya busur, sarana bagi Tuhan yang mengarahkan hidup sang anak panah, alias anak-anak. Ini artinya, bukan kita, orangtua, yang menentukan hidup anak-anak, tetapi Tuhan yang memiliki rencana indah bagi-Nya. Tugas kita hanya menjadi sarana bagi si anak untuk merasakan kehadiran Allah dan mengenali rencana-Nya.

Lukisan Pemazmur ini digambarkan pula oleh Kahlil Gibran dalam kata-kata puisinya, “Anakmu bukanlah anakmu! Mereka adalah anak-anak kehidupan, mereka sekadar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu. Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu, curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu, karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.” Marilah kita berdoa minta kekuatan dari Tuhan agar kita dimampukan mengerjakan tugas kita sebagai orangtua yang gigih mencintai anak-anak kita.

(David I. Situmeang)

EMPATI: MUJIZAT HATI
“Sebab, rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.” Yesaya 55: 8 (TB2) Beberapa bulan yang lalu,...