Warta Minggu Ini
AM I MY BROTHER’S KEEPER?

“Firman TUHAN kepada Kain: Di mana Habel, adikmu itu? Jawabnya: Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?”
(Kejadian 4 : 9)

Di sebuah rumah, ada dua orang kakak beradik yang masih kecil sedang membaca kisah tentang Kain dan Habel. Setelah selesai membaca kisah itu, sang adik menangis. Sambil terisak, ia bertanya kepada kakaknya, Apa kalau kita besar nanti kau juga akan membunuhku? Kalau Allah bertanya padamu di mana aku, apa yang akan kau katakan pada-Nya? Seandainya kita menjadi kakak dari anak itu, apa yang akan kita katakan?

Kisah tentang Kain dan Habel adalah kisah pembunuhan pertama di dalam Alkitab. Suatu saat, ketika kakak beradik tersebut mempersembahkan korban dari hasil kerja mereka, persembahan Habel diterima, sementara persembahan Kain tidak. Hal ini membuat hati Kain sangat panas hingga ia membunuh adiknya itu. Ketika kita membaca kisah ini, mungkin satu hal yang menjadi pertanyaan besar bagi kita adalah: Mengapa Allah tidak menerima persembahan Kain? Alkitab sendiri tidak mencatat dengan jelas mengapa Allah tidak menerima persembahannya.

Ada satu tafsiran tentang alasan Allah menerima persembahan Habel dan tidak menerima persembahan Kain. Dalam tradisi Israel kuno, orang-orang percaya bahwa persembahan korban yang diterima oleh Allah Israel adalah persembahan ternak. Sementara itu, persembahan berupa hasil tanah hanya diambil sebagian, kemudian selebihnya diberikan kepada keluarga imam yang tidak mendapat bagian lahan karena mereka dikhususkan untuk melayani di bait Allah (bnd. Im. 2:1-10), juga kepada orang miskin dan janda-janda. Tafsiran itu mengatakan Allah menghendaki dari seorang petani seperti Kain adalah kesediaannya untuk membagikan hasil kerjanya kepada saudaranya yang membutuhkan. Namun Kain tidak melakukannya. Hatinya justru terbakar karena iri hati (Kej. 4:7). Perasaan tidak diindahkan Allah dalam diri Kain pun mendorongnya untuk membunuh adiknya sendiri dan ketika Allah menanyakan di mana adiknya, ia menjawab dengan tidak peduli, katanya, Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?

Kisah Kain dan Habel memperlihatkan bahwa meskipun tali persaudaraan merupakan ikatan yang tidak dapat diputuskan, namun di sisi lain juga dapat menjadi sangat rapuh. Tidak selamanya ikatan darah membuat kita dapat mengasihi saudara kita. Ada banyak hal yang mungkin menjadi penyebabnya dan di antaranya melibatkan peran orang tua. Ada banyak orang tua yang mendorong anak-anaknya untuk menjadi orang yang hebat, pintar, dan senantiasa mengusahakan yang terbaik seperti halnya Kain mengusahakan tanahnya dan mempersembahkan hasil pertaniannya. Namun, berapa banyak yang mengajarkan juga kepada anaknya untuk peduli terhadap sesamanya, termasuk saudaranya sendiri? Seringkali, sebagai orang tua, kita tidak benar-benar mengajarkan anak-anak kita untuk mengasihi saudara mereka, namun justru memicu persaingan dan permusuhan di antara mereka. Seberapa sering kita membanding-bandingkan mereka? Seberapa sering kita tidak memperlakukan anak-anak kita dengan adil? Allah menghendaki kita dan anak-anak kita untuk mengasihi dan peduli terhadap saudaranya. Sudahkah kita membuat anak-anak kita menjaga saudara mereka dengan baik?

Kiranya peringatan Hari Anak Nasional pada bulan ini mengajak kita untuk merefleksikan sebijak apa kita dalam mendidik anak-anak kita untuk mengasihi saudaranya.

Agetta Putri Awijaya, S.Si (Teol)

MENGIKUT YESUS, KEPUTUSANKU
Tetapi Yesus berkata : “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”...