Warta Minggu Ini
MENGAKUI KELEMAHAN

“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.”

(2 Korintus 12: 9)

Suatu hari, putra saya mendapat PR dari sekolah. Saya tahu tugas tersebut merupakan hal yang cukup asing baginya. Karena itu saya menawarkan diri, apakah ia perlu dijelaskan dan didampingi saat mengerjakan. Putra saya menolak bantuan saya. Ia mengatakan dengan yakin bahwa ia bisa mengerjakan sendiri. Ia bahkan meminta saya meninggalkannya di ruang belajar, supaya ia bisa fokus. Setengah jam kemudian, saya kembali menghampirinya. Ternyata ia masih berpikir keras dan baru berhasil mengerjakan tugasnya sedikit sekali. Saya kembali menawarkan bantuan, namun ia kembali menolaknya dan meminta saya membiarkannya sendirian. Tak lama kemudian, saya kembali menghampirinya, dan kali ini ia mulai menangis kesal dan mengakui kesulitan yang ia hadapi. Barulah kemudian saya turun tangan mendampinginya mengerjakan tugas hingga selesai.

Saya kerap merenungkan peristiwa tersebut. Saya seringkali meninggalkan dia di ruang belajar dan membiarkannya berusaha sendiri. Bukan karena saya marah, menghukum atau tidak mengasihi dia. Saya paham benar, pada beberapa kesempatan, ia memang tidak mungkin mengerjakan tugasnya sendirian. Saya tahu, pada titik tertentu, ia akhirnya akan menyerah, mengakui kelemahannya dan meminta bantuan. Kerap saya merasa, tidak ada cara lain untuk mengajarkan kepadanya tentang hal ini, selain pengalaman meninggalkan dia di ruang belajar.

Pengalaman ini mirip dengan pengalaman iman saya dalam berjalan bersama Tuhan. Ya, sebagai manusia, saya lebih senang berusaha sendiri dan merasa bisa mengatasi segalanya. Mengakui kelemahan dan ketidakmampuan, bukanlah hal yang mudah, bahkan tidak saya sukai. Memang, di tengah kehidupan yang semakin penuh tantangan dan kompetisi, kita seolah dituntut untuk menjadi manusia yang kuat dan mandiri. Menyerah dan mengakui kelemahan bagaikan kekalahan, menjatuhkan ego dan sangat bertentangan dengan pandangan dunia. Dosa yang berkuasa di dalam dunia dan manusia, justru membuat kita tidak bisa melihat dan menyadari keterbatasan dan kelemahan kita. Kita lebih ingin dilihat sebagai orang yang kuat, mampu dan tahu banyak hal, padahal sesungguhnya kita begitu lemah dan terbatas.

Akhirnya, kita mengalami keadaan seperti yang dialami putra saya. Kita harus menyerah, mengakui kelemahan, ketidakberdayaan, dan membiarkan kuasa Tuhan turun menaungi kita. Ayat bacaan kita hari ini mengingatkan, bahwa justru di dalam kelemahanlah, kuasa Tuhan menjadi sempurna di dalam kita. Mengakui kelemahan dan berserah kepada Tuhan, bukanlah sebuah kekalahan, melainkan awal dari kemenangan kita. Di saat itulah, Tuhan, Sumber Kekuatan, bekerja menopang dan membawa kita berjalan melewati semuanya. Bukankah pengalaman ini adalah sebuah proses penting dalam kehidupan orang beriman? Kiranya Tuhan, dalam hikmat-Nya yang besar, terus memproses kita, menjadi orang-orang yang semakin bergantung kepada-Nya.

(Illona Farolan)

BELAJAR DARI SIPUT KECIL
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau;...