
“Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam percobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.”
(Matius 26: 41)
Ada sebuah dongeng tentang tiga jenis angin yang berlomba ingin menjatuhkan seekor monyet. Giliran pertama adalah angin topan yang bertiup sekencang-kencangnya, berusaha menjatuhkan si monyet dari atas pohon. Tapi dia bertahan dengan berpegangan pada batang pohon, hingga akhirnya angin topan menyerah. Angin tornado, pada giliran kedua, melancarkan aksinya dengan bertiup kencang. Sang monyet lebih bersiaga dan berpegangan makin erat. Angin topan pun menyerah. Giliran ketiga adalah angin sepoi-sepoi yang mulai bertiup lembut di bawah sinar matahari yang terik. Sang monyet mulai mengantuk sampai nyaris terlelap. Saat itulah angin bertiup kencang dan sang monyet terjatuh dari atas pohon.
Nilai moral dari cerita tersebut adalah kita bisa saja lengah dalam menjalani hidup ini. Saat kita tertimpa kemalangan atau masalah berat, kita mudah mendekat dan melekat kepada Tuhan. Namun di tengah kesuksesan atau kenyamanan hidup kadang kita justru menjadi lengah. Kita disibukkan dengan pekerjaan atau pekerjaan rutin lainnya. Akibatnya kita lupa dan abai untuk meluangkan waktu bersama Tuhan dalam doa dan bersaat teduh.
Dalam pengalaman hidup ini, rasanya saya termasuk orang yang terlalu percaya diri. Saya kadang merasa bahwa saya akan sulit dijatuhkan oleh cobaan yang dilakukan iblis. Suatu ketika saya terhanyut oleh rasa kesal saat ada orang yang meremehkan dan memanfaatkan saya. Ingin rasanya membalas dendam. Saya mulai tergoda untuk menceritakan kejelekan orang tersebut dan mencari pembenaran dari orang lain. Namun sebelum itu terjadi, saya mendapat kiriman chat dari kawan yang diambil dari Matius 26: 41 tersebut. Ayat tersebut mengingatkan saya sebagai orang beriman semestinya senantiasa mengandalkan Tuhan, berjaga-jaga dan berdoa. Kita bisa saja ingat dan tahu bahwa kita harus melakukan kasih, tak membalas kejahatan dengan kejahatan; namun pada kenyataannya, kita tak membalas kejahatan dengan kebaikan. Bak angin sepoi-sepoi, rasa kesal membuat saya menyimpan dendam dan amarah.
Ajakan untuk berjaga-jaga dan berdoa adalah panggilan kita untuk hati-hati dengan kesombongan dan menganggap diri bisa jalan tanpa pertolongan-Nya. Ketika godaan datang dalam berbagai bentuk, khususnya di masa pandemi saat ini, kita bisa belajar setia dan tak hanyut oleh rasa takut dan bosan. Salah satu upaya saya untuk berjaga adalah menyenandungkan lagu pujian yang disertai juga oleh doa. Hal ini menolong saya untuk sabar dan mampu mengendalikan emosi dalam menyelesaikan masalah.
(Yudi Ariyanti)