Warta Minggu Ini
A SIMPLE CHRISTMAS WITH A BIG HOPE OF LOVE

“… dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.”
(Lukas 2 : 7)

Selama di Amerika ini, saya merayakan Natal dengan dua suasana yang berbeda. Jika saya pergi ke kota-kota besar seperti San Francisco, saya berjumpa dengan suasana Natal yang gemerlap. Toko-toko berhiaskan ornamen-ornamen Natal yang indah; pohon Natal besar berdiri indah di alun-alun kota; dan rumah-rumah dipasangi lampu-lampu dan ornamen Natal yang terang benderang dan mahal.

Suasana Natal yang lain adalah kebalikan dari suasana di kota besar. Saya tinggal di kota kecil, Berkeley, 40 menit dari San Francisco. Minggu kedua bulan Desember, kota ini sudah mulai terlihat sepi. Kota yang biasanya ramai dengan mahasiswa menjadi amat lengang. Tak banyak orang yang dijumpai, toko-toko pun cepat-cepat menutup dagangannya. Hampir setiap tahun saya merayakan Natal seorang diri sebab teman-teman saya pulang ke kampung halamannya masing-masing. Perayaan Natal yang saya ikuti paling hanya satu atau dua pesta saja.

Dua keadaan Natal yang kontras di atas merupakan kenyataan di dalam kehidupan kita ketika Natal menjadi tradisi yang kita rayakan. Kita tak bisa menilai mana yang paling baik dalam merayakan Natal. Yang paling baik adalah ketika kita kembali pada makna Natal yang sesungguhnya.

Dalam Lukas 2, kisah Natal terlihat amat sederhana. Penulis Kitab Injil Lukas mengisahkan kondisi kelahiran Kristus dengan simbol-simbol kesederhanaan. Kain lampin dan di dalam palungan menunjukkan Yesus hadir bukan dalam kemewahan, sekaligus keberpihakan Allah kepada mereka yang dipinggirkan karena status sosial ekonomi mereka. Tak ada tempat di rumah penginapan adalah cara penulis Lukas menunjukkan kesederhanaan lewat pemberian kasih dari sang pemilik rumah saat keluarga Kudus tak punya tempat untuk kelahiran Kristus. Perayaan Natal kala itu tak semarak oleh pesta besar-besaran atau gemerlap taburan lampu, tapi lewat kegembiraan kaum marginal yang dihargai oleh Allah dan cinta yang besar dari mereka yang memberi kasihnya kepada Kristus. Natal yang sederhana ini merupakan harapan yang besar atas cinta yang dianugerahi Allah kepada seluruh ciptaan.

Bagaimana kita merayakan Natal tahun ini? Setahu saya GKI Kayu Putih merayakan Natal dengan simbol krans Natal. Krans dalam sejarah tradisi Natal yang berbentuk bulat merupakan simbol dari keutuhan, lingkaran yang tak terputus, dari semangat cinta dan harapan yang diberikan Allah kepada ciptaan-Nya. Semangat dan cinta yang tak putus ini pun kemudian menjadi milik kita untuk kita bagikan kepada seluruh ciptaan Allah.

Selamat Natal. Selamat merayakan Natal dengan kesederhanaan yang memiliki harapan cinta yang besar bagi damai di bumi. Biarlah sukacita Natal tak terputus walau musim Natal telah selesai. Gloria in excelsis Deo!

(Pdt. Linna Gunawan)

NA-PAS
“Aku akan berkata kepada utara: Berikanlah! dan kepada selatan: Janganlah tahan-tahan! Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan...