Warta Minggu Ini
BER-KOEKSISTENSI

“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.”

(2 Korintus 12 : 9)

Dalam film Godzilla: King of the Monsters, terdapat satu istilah yang beberapa kali disebutkan, yakni koeksistensi (coexistence). Koeksistensi berarti hidup berdampingan dengan damai di suatu tempat bersama dengan makhluk atau suatu hal lainnya yang memiliki perbedaan tertentu, termasuk di dalamnya perbedaan yang mendasar. Untuk mengalahkan musuh besar dalam film tersebut, yaitu monster besar bernama Ghidorah, para tokoh protagonis akhirnya sepakat untuk melakukan koeksistensi dengan Godzilla. Mereka membantu Godzilla untuk memulihkan kekuatannya dan kemudian bersama Godzilla berjuang melawan Ghidorah. Padahal sebelumnya Godzilla dianggap sebagai makhluk buas yang merugikan umat manusia.

Di dalam kehidupan kita, terdapat hal-hal yang mungkin tidak bisa dihapus, disembuhkan atau dihindari, yang dengan upaya apapun ia akan tetap ada disana. Hal-hal ini bisa berupa penyakit, gangguan psikologis atau pengalaman traumatis. Pada praktek traumaterapi yang saya lakukan sebagai psikolog, umumnya klien ketika pertama kali datang akan mengungkapkan: kalau bisa dihapus saja ingatan mengerikan itu dari kehidupan saya atau saya ingin menjadi seperti orang normal pada umumnya. Kedua harapan tersebut sebenarnya merupakan hal yang agak sulit, kalau tidak mau dikatakan mustahil, untuk tercapai. Hal ideal yang bisa dilakukan sebenarnya adalah hidup ber-koeksistensi dengan pengalaman traumatis. Artinya ingatan akan trauma tetap ada, namun terdapat pemaknaan yang berbeda dari ingatan tersebut.

Demikian juga dengan masalah psikologis maupun kesehatan fisik lainnya, banyak orang yang mampu berjalan bersama dengan hal tersebut setelah berkoeksistensi. Ada seorang dengan bipolar syndrome yang saya kenal berhasil menciptakan karya-karya seni yang luar biasa. Beberapa brand terkenal bahkan menggunakan jasanya untuk mendesain produk mereka. Dalam suatu seminar yang ia bawakan, ia menyampaikan bahwa semuanya itu bisa ia capai setelah ia berdamai dengan kondisi psikologisnya, yakni dengan menerima ke-bipolar-annya.

Di dalam Alkitab, kita mengenal tokoh Paulus. Tokoh yang tulisannya mendapatkan porsi yang besar dari keseluruhan Alkitab ini memiliki kondisi tidak mengenakkan yang ia istilahkan sebagai duri di dalam daging. Meski tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai apakah sebenarnya duri di dalam daging yang ia alami, tampaknya ini adalah sesuatu yang menyakitkan bagi Paulus.
Karenanya itu ia sampai tiga kali meminta kepada Tuhan agar hal tersebut dicabut dari kehidupannya. Namun jawabanTuhan berbeda dari harapan Paulus, Tuhan tidak mengabulkan permintaannya melainkan dalam 2 Korintus 12: 9, Tuhan mengatakan kepada Paulus: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”.

Ber-koeksistensi bukanlah hal yang mudah, sebab kita akan melewati proses kemarahan, penyangkalan, kesedihan dan lain sebagainya. Namun tentunya proses ini tidak kita jalani di dalam kesendirian. Sebagai orang Kristen, kita mampu melaluinya bersama dengan kasih karunia Tuhan.

(Fuye Ongko)

GEREJA DAN PEMILU 2024
“Jika orang benar bertambah banyak, bersukacitalah rakyat, tetapi jika orang fasik memerintah, berkeluhkesahlah rakyat” Amsal 29: 2 (TB-2) Tanggal...