Warta Minggu Ini
MENCARI PENERIMAAN ORANG LAIN

“Apakah dengan itu nampaknya saya seolah-olah mengharap diakui oleh manusia? Sama sekali tidak! Saya hanya mengharapkan pengakuan dari Allah. Apakah saya sedang berusaha mengambil hati manusia supaya disenangi orang? Kalau saya masih berbuat begitu, saya bukanlah hamba Kristus.”

(Galatia 1 : 10 – BIS)

Siapa bilang membawakan khotbah itu gampang? Dulu saya berpikir bahwa mudah saja bagi seseorang, termasuk pendeta, untuk membawakan khotbah; tinggal membuka perikop Alkitab, berdoa lalu segala ilham diberikan Tuhan untuk disampaikan kepada jemaat. Setelah ikut Bina Khotbah, saya mengalami bahwa memberikan renungan bukan perkara gampang. Saya harus menyiapkan mental menghadapi orang-orang yang tidak saya kenal secara akrab, memastikan saya tidak salah bicara, mengatasi gugup (saya gagap jika gugup) dan yang paling utama menyiapkan materi renungan supaya setiap pendengarnya menerima berkat. Saya bertanggungjawab langsung pada Tuhan jika saya salah menyampaikan isi perenungan saya.

Pengalaman tak terlupakan saat mempersiapkan khotbah adalah saat saya harus membawakan renungan tentang kisah perjalanan ke Emaus. Kisah ini sangat akrab di telinga saya, dan saya pikir akan lebih mudah membawakannya. Teks ini sangat gamblang, tetapi entah mengapa saya tidak yakin perikop tersebut segamblang itu untuk disampaikan dalam renungan. Mulailah saya merasa gugup berminggu-minggu. Suatu saat ketika persiapan saya tidak maju-maju juga, saya berdoa mengaku pada Tuhan kalau saya tidak tahu bagaimana menyiapkan materi ini. Tiba-tiba saya dibukakan apa yang menjadi kekeliruan saya: saya terlalu mencemaskan pendapat pendengar tentang diri saya saat membawakan renungan. Mencemaskan pendapat orang lain membuat saya mencuri posisi yang utama dalam perenungan tersebut, yaitu Tuhan Yesus. Seharusnya saya ingat bahwa saya memang tidak akan pernah layak, saya “broken vessel.” Sebagai “broken vessel,” saya tidak boleh fokus tentang pengetahuan saya, fokus saya harus pada Sang Firman yang saya beritakan, yaitu Tuhan Yesus.

Beth Moore menyatakan mencari penerimaan orang lain adalah sebuah nonissue: sesuatu yang tidak berguna sama sekali. Sebagai pengikut Kristus, mencari penerimaan dan persetujuan Kristus harus menjadi sasaran utama hidup orang beriman. Paulus yang menuliskan kalimat tersebut dalam suratnya kepada jemaat Galatia adalah contoh orang yang sama sekali tidak mendengarkan bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya. Ia pergi kemana-mana memberitakan Injil tanpa memandang bagaimana pandangan orang akan jalan yang ia tempuh atau bagaimana reaksi orang tentang dirinya secara pribadi. Memfokuskan pandangannya pada Kristus membuat Paulus menjadi seorang rasul yang fierce – satu-satunya rasul yang tidak gentar 1000% tentang penerapan imannya.

Dari pengalaman berkhotbah, saya belajar tidak fokus pada keinginan untuk diterima oleh orang lain. Saya belajar untuk rendah hati mengakui bahwa Dia yang lebih utama daripada diri sendiri. Dengan demikian, saya bukan hanya orang yang dipakai untuk menyampaikan Firman-Nya, tetapi mengalami bentukan Tuhan melalui Firman yang dipercayakan-Nya kepada saya. Semoga kita terus menjadi umat-Nya yang selalu fokus pada penerimaan Allah, bukan mencari popularitas dari orang lain.

(Novi Lasi)

PELAYANAN YANG MELELAHKAN
“Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea, supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana...