
“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku”.
(Mazmur 23 : 4)
Beberapa minggu terakhir ini, rakyat Indonesia diliputi kecemasan tinggi karena serangan bom di tiga gereja di Surabaya pada hari Minggu pagi, dilanjutkan malamnya terjadi peledakan bom di perumahan dan juga esok harinya Mapolrestabes Surabaya. Sungguh kejadian tragis yang memilukan dan menyayat hati. Akibat kejadian itu banyak orang, bukan cuma di Surabaya tetapi juga di Jakarta dan mungkin di kota-kota lain di Indonesia, diliputi kemarahan, kesedihan tetapi terlebih lagi ketakutan dan kepanikan.
Dampak dari kejadian itu, ada orangtua yang tidak mengizinkan anaknya ke sekolah, ada juga yang tidak berani jalan-jalan ke mal. Sebagian besar meramaikan group-group WhatsApp dan media sosial lainnya. Ada yang prihatin, ada yang mengecam ada pula yang menyalurkan rasa kesal, marah dan takut dengan berbagai cara mereka. Meski banyak tulisan yang menyatakan “kami tidak takut”, “jangan menyebarkan rasa takut” tetapi tetap saja sebagian besar orangtua, menunjukkan rasa sesak, takut dan panik. Salah satu bentuk kepanikan mereka terasa pula di gereja kita. Beberapa orangtua meminta pihak gereja melaksanakan penjagaan diperketat dengan perlu melakukan ‘screening’ dan cara-cara lainnya. Saya setuju memang tindakan preventif perlu dilakukan dan saya percaya gereja sudah melakukannya dan terus berupaya menjaga keamanan dan keselamatan jemaat.
Rasa cemas, takut, dan kuatir karena peristiwa-peristiwa bom tersebut mengingatkan saya akan the shadow of death. Dalam Alkitab, inilah yang dimaksudkan oleh pemazmur dalam Mazmur 23 : 4 sebagai lembah kekelaman. Sebagai manusia, kita harus siap berada pada persoalan demi persoalan, bahkan dalam bayang-bayang kematian. Sebenarnya kita tak pernah tahu kapan kita akan meninggal dunia, atau bahkan bagaimana caranya ketika kematian itu menghampiri kita. Maut bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dengan cara apa saja: kecelakaan, penyakit, usia tua, bahkan bom. Namun pemazmur mengingatkan kita bahwa kehadiran Tuhan dalam hidup ini memberikan ketenangan. Kita tak pernah bisa menghindari kematian, namun kita percaya bahwa penyertaan dan penghiburan-Nya akan senantiasa mengiringi kita. Di waktu kita berada dalam bayang-bayang maut inilah, kita belajar untuk percaya penuh pada kuasa Tuhan seperti yang dilakukan oleh pemazmur.
Banyak hal yang dapat dilakukan sebagai anak Tuhan yang percaya bahwa hidup dan mati ada dalam tangan kasih kuasa Tuhan. Karena itu, daripada kita dikuasai oleh perasaan panik dan takut, lebih baik kita saling menguatkan satu sama lain, saling mendoakan dan percaya penuh tangan Tuhan tidak kurang panjang menjaga anak-anak-Nya. Mari kita berserah dan percaya, bukan berserah dan menyerah. Mari sama-sama menjaga negeri ini dalam doa, dalam percaya, dalam hal saling membantu, dalam kasih dan dalam perdamaian dengan sesama. Kiranya Tuhan memberikan kekuatan dan memberkati kita semua.
(Ulima R. Tampubolon)