
“Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?””
(Lukas 24 : 32)
Proses persahabatan merupakan proses yang menyenangkan sekaligus merepotkan. Pasalnya, persahabatan itu harus dimulai dari keinginan untuk terbuka, belajar saling memahami dan menerima. Menyenangkan karena ada hal-hal baru yang selalu menggembirakan dalam relasi dengan sang sahabat. Merepotkan karena para sahabat ini harus bersedia menerima karakter, kebiasaan bahkan prinsip yang barangkali berbeda dengan diri masing-masing.
Persahabatan Allah dengan manusia pun mengalami hal yang sama. Perjalanan Emaus antara Tuhan Yesus dengan dua orang murid menggambarkan tawaran persahabatan Allah kepada manusia. Kegelisahan, kekecewaan, kemarahan dua orang murid atas penyaliban Yesus membawa mereka pada keputusan melarikan diri dan pulang ke rumah mereka. Namun, Tuhan Yesus tak menyerah dan menyalahkan mereka. Dia tak bosan untuk menjelaskan kembali seluruh rencana Allah termasuk peristiwa kebangkitan-Nya. Hasilnya menggembirakan. Para murid menerima tawaran per-sahabatan Yesus. Mereka merasakan proses perubahan dalam hidup mereka. Akhir kisah Emaus ini berujung pada sukacita: mereka kembali ke Yerusalem dan memberitakan tentang perjumpaan dengan Kristus yang bangkit.
Secara pribadi, saya juga merasakan tawaran persahabatan Allah melalui perjalanan saya bersama dengan jemaat GKI Kayu Putih. Paska tahun ini adalah Paska yang spesial buat saya. Paska tahun ini adalah Paska ke-20 yang saya jalani bersama dengan jemaat GKI Kayu Putih. Tepat 1 April 1998, saya menginjakkan kaki di gedung GKI Kayu Putih. Dengan penugasan dari Sinode (SW) Jabar, saya datang ke jemaat GKI Kayu Putih dengan gundah. Pasalnya, saya bukan orang yang senang dengan kemapanan dan rutinitas. Waktu itu, saya mengawalinya dengan tanda tanya kepada Tuhan: “Tuhan, bisakah saya bertahan menjadi Pendeta? Bisakah bertahan satu periode saja (5 tahun)?”
Saya tidak pernah bermimpi bisa melewatinya sampai hari ini. Namun, apa yang membuat saya bisa menjalaninya hingga saat ini? Allah menyahabati saya melalui proses perkenalan, belajar saling memahami dan menerima bersama jemaat selama 20 tahun ini. Tentu saja, prosesnya tidak selalu mudah. Kesalahpahaman, kekakuan, keangkuhan, kadang mewarnai hubungan kita. Demikian pula, proses yang menggembirakan, kebersamaan, penerimaan, saling menguatkan dan menghibur menjadi proses sukacita yang kita jalani bersama. Kita sama-sama mengubah pola pikir kita untuk saling menerima dan saling percaya. Kita pun sama-sama tak putus asa untuk saling mengubah diri. Hal yang pasti, saya mendapat ruang yang besar untuk menjadi diri sendiri dari kesediaan jemaat menerima saya apa adanya. Pelayanan persahabatan tetap menantang dan tak membosankan.
Persahabatan Allah telah melahirkan persahabatan saya dengan Anda sekalian. Dia telah menghadirkan cinta kasih dalam diri kita. Sekalipun kita berjauhan sekarang, namun cinta Allah menyatukan kita untuk tetap saling mendukung dan memulihkan. Selamat Paska, anggota jemaat dan simpatisan GKI Kayu Putih. Terima kasih untuk perjalanan persahabatan selama 20 tahun ini. Soli Deo Gloria.
(Pdt. Linna Gunawan)