Warta Minggu Ini
TIDAK BERLEBIHAN

“Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.”
(Filipi 4 : 11)

Apapun yang kita lakukan, umumnya, memiliki takaran atau ukurannya. Olahraga, misalnya, ada ukurannya. Beberapa bidang olahraga seperti tenis, bulu tangkis atau sepak bola, apabila targetnya ingin meraih juara, ada ukuran berlatih, mulai dari waktu sampai bobot latihannya. Para ahli kesehatan pun sering memberi saran tentang olahraga yang sehat. Apabila kita berolahraga terus-menerus, tanpa ukuran dan bukan pada waktu yang tepat, bisa mengacaukan kerja jantung kita. Bukannya sehat, olahraga malahan membuat fungsi jantung kelelahan dan berakibat fatal bagi tubuh kita.

Begitu pula dengan kebutuhan asupan gizi untuk tubuh kita. Gizi harus seimbang antara makanan dan minuman yang kita konsumsi. Kondisi tubuh sering diandaikan sebuah mesin yang terus berputar sepanjang hari, membuat daya tahan tubuh menurun. Karena itu, kita membutuhkan makanan dan minuman yang tepat sekaligus istirahat yang cukup. Jam-jam istirahat yang cukup dan tepat akan membuat metabolisme kita menjadi seimbang dengan makanan yang masuk ke tubuh kita. Proses kimia di dalam tubuh, bekerja untuk menerima asupan kalori dapat diserap dalam jaringan usus kecil masuk ke dalam aliran darah.

Rasul Paulus mengetahui juga apa ukuran kebahagiaan hidupnya. Dia mengisahkan pengalamannya, mengajarkannya, memahami arti kelimpahan dan kekurangan. Dalam hal materi, misalnya, dia paham sekali apa artinya kenyang dan lapar. Namun, di balik semua yang dialaminya, dia memilih mengukur hidupnya dengan sukacita. Kunci sukacitanya yaitu ketika dia mencukupkan hidupnya dengan apa yang ada apanya. Dia tidak ngoyo untuk mendapatkan semua keinginannya. Dia juga tidak bermalasan atas pemberian jemaat Tuhan kepadanya. Karena kecukupan, menurutnya, berasal dari Tuhan yang memberi kekuatan kepadanya untuk menanggung segala perkara (Filipi 4 : 13).

Sayangnya, ada orang-orang lain yang mengukur kebahagiaan hanya dari uang yang dimilikinya. Mereka menelantarkan kebahagiaan mereka sendiri pada akhirnya. Mereka bekerja namun tanpa diikuti dengan tujuan yang luhur, sebenarnya merupakan bentuk pemborosan waktu dan sumber daya manusia yang berharga. Mereka bekerja tanpa memerhatikan kesehatan tubuh sendiri dan relasi dengan keluarga serta orang lain. Atau ketika mereka membiarkan diri mereka terjebak pada cara praktis mendapatkan uang, mereka terjebak pada perbuatan mengambil yang bukan hak mereka alias korupsi.

Hari ini kita diingatkan lagi untuk mengukur kebahagiaan dengan selalu merasa cukup atas apa yang kita miliki. Rasa cukup akan membuat kita bersyukur atas berkat-berkat Tuhan. Rasa cukup akan menjauhkan kita dari iri hati atas berkat orang lain. Rasa cukup akan menuntun kita pada hidup yang sederhana, tak berlebihan, serta murah hati dalam memberi. Rasa cukup atau hidup tak berlebihan kiranya menjadi spiritualitas kita dalam masa Pra Paska yang sedang kita jalani saat ini.

(Isack Malino)

TANGAN TUHAN
Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yohanes 8...