
“Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku!”
(Mazmur 43 : 4)
Seperti biasa sejak bulan Oktober, album musik bertema Natal sudah mulai banyak diluncurkan. Sebagai penggemar Natal, maka saya pun mulai mencari album baru tersebut. Hingga 5 tahun yang lalu, siapapun penyanyinya asal ulasan di Amazon baik, maka saya akan membelinya. Belakangan saya tidak hanya asal membeli, album Natal tersebut harus berisi bukan lagu-lagu Natal popular. Saya ingin terinspirasi oleh penghayatan si penyanyi tentang Natal. Tahun ini saya kecewa dengan dua pemusik kesukaan saya Steven Curtis Chapman dan Matthew West yang hanya mengulang album Natal mereka sebelumnya. Keduanya terikat kontrak untuk meluncurkan album dan tidak ada album yang lebih mudah selain album Natal. Kejar setoran bukan monopoli supir metromini, pemusik internasional juga bisa kejar setoran.
Kejar setoran berarti bicara kuantitas, bukan kualitas. Jika para supir metromini mengejar kualitas, maka tak perlu saling kebut dengan sesama atau berhenti di tengah jalan saat menurunkan penumpang. Kejar setoran juga bicara tentang diri sendiri dan bukan orang lain. Artinya tugas saya selesai, terserah apakah orang lain puas atau tidak.
Kejar setoran juga ternyata dilakukan orang Kristen. Setiap kali ke gereja karena kewajiban, kita kejar setoran. Menandatangani daftar kehadiran setiap Minggu. Lalu dalam kebaktian asyik bercakap-cakap lewat WA/Line, jelajah Instagram untuk lihat foto/status orang yang kita follow atau sekadar Googling sampai selesai kebaktian. Kita kadang datang kebaktian tanpa menyiapkan diri untuk menikmati pengalaman pribadi dengan Tuhan, membuat kebaktian menjadi sekadar melewatkan waktu luang di hari libur. Keseluruhannya membuat kita menjadi orang egois. Kita tidak peduli pengalaman iman yang disediakan Tuhan dan sesama buat kita. Kita juga tidak peduli dengan Tuhan karena kita menyanyi tanpa penghayatan, tidak berdoa dengan tulus, tidak mengucap syukur lewat persembahan dan tidak membuka diri akan reformasi hidup lewat pemberitaan Firman.
Lihatlah Daud yang dalam keadaan sangat susah hati mengingat bahwa ia memiliki tempat perteduhan di dalam rumah Tuhan. Ia bergegas, ia berseru dan ia mengingatkan dirinya siapakah Allah bagi dirinya di masa lalu, saat ini dan masa mendatang. Fokusnya kepada Allah artinya sadar kualitas dan menghargai setiap detik dalam perteduhan bersama Allah. Tidak ada kejar setoran bagi Daud. Karenanya Tuhan sendiri mengatakan: “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku” (Kis. 13 : 22b).
Jikalau nanti kita datang pada rangkaian Kebaktian Masa Raya Natal dan Kebaktian Minggu lainnya, baiklah kita mengingat bahwa kita sedang menghadap Tuhan sendiri, yang sudah menebus hidup kita supaya kita tak lagi sekadar mengejar setoran. Noël! Noël! Voici le Rédempteur! Christmas! Christmas! Here is the Redeemer! (Cantique de Noël – Holy Night).
(Novi Lasi)