Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
(Yohanes 8 : 11b)
Dalam film Trumbo dikisahkan perjuangan Dalton Trumbo, seorang penulis skenario menentang blacklist yang dikenakan kepadanya dan sembilan rekan sesama pekerja film (the Hollywood 10) oleh industri perfilman Amerika. Trumbo dan kawan-kawan dituduh sebagai komunis dan dipenjara selama 11 bulan. Setelah keluar dari penjara, sepuluh insan film tersebut dilarang bekerja di industri film, mereka diintimidasi, rumah industri film mereka diancam, semua dilakukan sebagai upaya menghukum mereka. Akibat blacklist, Trumbo dan rekan-rekannya beserta keluarga mereka menderita, tetapi para penghukum tidak peduli.
Setelah saya selesai menonton film tersebut, saya merenungkan filosofi hukuman. Hukuman dijatuhkan supaya terhukum bertobat, orang lain belajar dari kesalahan dan ketertiban ditegakkan. Semakin berat kejahatan semakin berat hukuman. Agar adil, maka vonis tidak bisa begitu saja dijatuhkan melainkan melalui berbagai proses dan pemeriksaan bukti, saksi dan argumen hukum. Namun pada akhirnya vonis bergantung pada subjektivitas pemberi vonis. Karena itu kadangkala keadaan ini dimanfaatkan oleh mafia peradilan yang tahu bagaimana memanipulasi subjektivitas ini. Karena subjektif pula, tak jarang orang lupa akan sisi lain yakni kemanusiaan dan harkat Allah. Saya setuju pelaku harus bertobat dan ketertiban ditegakkan. Tetapi saya tidak setuju jika orang membuat cap / stigma permanen setelah pelaku menerima ganjarannya.
Manusia sangat terpaku kepada satu hal negatif lalu lupa pada sisi baik. Orang juga lupa bahwa manusia punya kemampuan untuk berubah. Saya tidak naif memang ada kelompok yang tidak mau atau mampu berubah. Begitu juga orang kadang memiliki keraguan berdasar (reasonable doubt) bahwa orang yang sudah dihukum / diampuni tidak akan berbuat kesalahan lagi. Karena itu yang terjadi adalah kita merasa pasti orang akan mengulang kesalahannya walaupun telah dihukum.
Tidakkah kita takjub saat Tuhan Yesus mengampuni perempuan dalam Injil Yohanes ini? Tertangkap basah berzinah artinya sebelum-sebelumnya mungkin perempuan tersebut sudah bolak-balik melakukannya sehingga bisa diambil sebagai contoh oleh para ahli Taurat dan orang Farisi untuk menghukumnya. Artinya berzinah menjadi kebiasaan si perempuan ini. Kita tahu betapa sukarnya keluar dari kebiasaan buruk. Jika Tuhan Yesus menggunakan paradigma ragu untuk berbuat baik, kita pasti tidak akan belajar betapa luar biasanya belas kasihan (mercy). Apabila Tuhan Yesus ragu bahwa sang perempuan tidak akan berzinah lagi, pastinya Ia tidak akan mengampuninya. Untungnya Tuhan Yesus tidak pernah ragu memberikan belas kasihan-Nya. Sekalipun Tuhan Yesus tahu bagaimana kebiasaan si perempuan, namun Ia tetap percaya bahwa si perempuan itu perlu mendapatkan pengampunan dan kesempatan untuk berubah.
Betapa nyeri menanggung stigma yang seharusnya tidak terus-menerus ditanggung orang yang melakukan kesalahan. Betapa sedih ketika stigma berdampak pada orang-orang terdekat dari orang yang melakukan kesalahan. Apapun peran yang kita miliki, kita punya tugas meneruskan belas kasihan Kristus dalam hidup keseharian kita. Berprasangka baik terhadap sesama harus menjadi prinsip hidup berelasi dengan sesama.
(Novi Lasi)