Warta Minggu Ini
HOSPITALITY (Home-Openness-Secure-Peaceful-Intelligent-Trust-Able-Listen-Informative-Together-You)

…”Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.”

(Lukas 24 : 29)

Akhir-akhir ini marak sekali orang memperbincangkan tentang hospitality (baca: keramahtamahan). Bagi saya makna hospitality itu sendiri menjadi nyata ketika saya berada di negeri orang dan mengalaminya secara pribadi. Singkat cerita, ketika saya sedang menikmati liburan dan menerima berita bahwa kakak tertua mami meninggal, ada rasa sedih dalam benak hati saya, sedih karena saya tidak bisa hadir untuk menghantar kepergiannya. Dalam kesedihan itu, tiba-tiba saya tersesat di jalan dan tidak menemukan jalan untuk kembali ke stasiun awal ketika saya tiba di kota tersebut. Dalam kebingungan saya berjumpa seorang mahasiswi, sebut saja Teresa, yang begitu ramahnya menuntun langkah kaki saya menuju ke tempat stasiun awal ketika saya tiba di kota itu. Ada rasa kagum di dalam benak hati saya di sepanjang jalan menuju ke stasiun kereta untuk kembali ke Almere, sebuah kota di negara kincir angin. Kagum atas keramahan, ketulusan dan kebaikan hati Teresa yang mau menolong saya, orang asing yang sama sekali tidak dia kenal. Tidak ada rasa curiga dan ketakutan sedikitpun terpancar dalam raut wajah Teresa ketika berbincang di sepanjang jalan menuju stasiun. Bahkan di saat terakhir sebelum akhirnya kami berpisah di persimpangan jalan, gadis muda belia ini berkata: “Give me hugs, please…”.

Dari kisah ini, saya makin mengerti apa yang dimaksud dengan hospitality. Seperti Kisah Emaus, yang mengisahkan penampakan Kristus yang bangkit kepada kedua orang muridnya (salah satunya bernama : Kleopas), yang tidak mengenali Dia, seperti tertulis dalam Lukas 24 : 16, “ada sesuatu yang menghalangi mata mereka.” Tidak diceritakan secara lebih mendalam, apa yang membuat mereka tidak mengenali Yesus, sangat mungkin barangkali karena kesedihan kedua murid tersebut atas kematian Sang Guru. Setibanya di Emaus, kedua murid ini mengundang Yesus, “si orang asing,” untuk singgah dan bermalam; “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam” (Lukas 24 : 29). Yesus menyanggupi tawaran itu.

Kedua kisah di atas ingin mengingatkan kita bahwa hospitality yang sesungguhnya, ketika kita mau berbagi “ruang” dan boleh menjadi “berkat” bagi siapa saja yang kita jumpai dalam peziarahan hidup kita tanpa membedakan suku, agama, warna kulit ataupun tingkat hidup sosial. Seperti kutipan dari Henri Nouwen: “Hospitality means primarily the creation of free space where the stranger can enter and become a friend instead of an enemy. Hospitality is not to change people, but to offer them space where change can take place. It is not to bring men and women over to our side, but to offer freedom not disturbed by dividing lines”.

Mari Saudara, di tengah carut-marut dunia akhir-akhir ini, kita tetap boleh menyuarakan dan terus mewujudnyatakan hospitality dalam hidup kita sehari-hari melalui hal kecil yang bisa kita lakukan di manapun Tuhan tempatkan kita. Hendaknya masing-masing kita dimampukan untuk terus rendah hati, ramah dan meneladani Kasih Kristus yang tanpa batas. Soli Deo Gloria.

 (Kumalawati Abadi)

Y.O.L.O (You Only Live Once)
“…namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2...