Warta Minggu Ini
THIS WORLD IS NOT MY HOME

Katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”
(Ayub 1 : 21)

Dua tahun berlalu begitu cepat, namun rasa kehilangan dan luka di hati atas berpulangnya mami seolah tidak pernah bisa sirna dengan berjalannya waktu. Kesedihan dan air mata yang datang bertubi di dalam hidup ini mengajarkan saya untuk menjadi pribadi yang kuat. Dengan sekuat tenaga saya berusaha menyikapi setiap persoalan hidup dengan berpikir bahwa “This world is not my home.” Kata-kata ini berasal dari lirik lagu di bawah ini yang sangat menguatkan saya ketika mengingat ketidakhadiran mami. Saya meyakini bahwa dunia ini bukan milik saya ketika suatu hari nanti pun saya harus pulang menghadap hadirat Allah.

This world is not my home I’m just a passing through
My treasures are laid up somewhere beyond the blue.
The angels beckon me from heaven’s open door
And I can’t feel at home in this world anymore.
Oh Lord, you know I have no friend like you
If heaven’s not my home then Lord what will I do?
The angels beckon me from Heavens open door
And I can’t feel at home in this world anymore

Rasa kehilangan itu pula yang dirasakan sahabat saya, Sylvia, ketika dia harus kehilangan sosok ayah yang sangat dia cintai dan mencintainya. Air matanya tumpah ketika dia menceritakan bagaimana saat-saat terakhirnya bersama sang ayah. Saya memeluk dan menghibur dia ketika dia menangis saat mengenang ayahnya. Saya mengatakan kepada Sylvia, bahwa tepat dua tahun yang lalu, saya pun merasakan hal yang sama, ketika saya kehilangan mami untuk selamanya. Hanya Tuhanlah Sahabat setia, dan hanya Tuhanlah tempat kita bersandar ketika begitu banyak beban berat yang sedang menerpa hidup kita. Memang tidak mudah ketika kita kehilangan orangtua kita, namun percayalah bahwa penghiburan dan kekuatan kita datangnya dari Tuhan sendiri, seperti tertulis dalam Ayub 1 : 21b : “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN.”

Ada sedikit kelegaan ketika saya mempunyai kesempatan untuk bisa berempati dan menghibur seorang sahabat yang sedang berduka. Karena bukan materi yang dibutuhkannya ketika dia kehilangan orang yang dicintai; namun waktu, perhatian, kehadiran serta kesediaan mendengar atas rasa duka yang sedang seorang sahabat rasakan. Seperti kisah Ayub yang kehilangan semua orang yang dia cintai (baca: anak-anaknya), namun Ayub tetap memelihara hidup kudus dan persekutuan dengan Allahnya. Ayub tidak meninggalkan Allahnya ketika dia berada di titik nadir atas kematian anak-anaknya. Marilah kita terus belajar untuk berbagi dengan menyediakan waktu dan kehadiran kita bagi orang disekitar kita yang membutuhkan waktu dan kehadiran kita. Kiranya hanya kasih Kristus yang memampukan kita menjadi pengikut-Nya yang taat dan setia di tengah kedukaan yang sedang menimpa kita.  Soli Deo Gloria.

(Kumalawati Abadi)

GEREJA SEBAGAI KELUARGA
“Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.”...