Warta Minggu Ini
HEART

“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”
(Amsal 4 : 23)

“And now here is my secret, a very simple secret: It is only with the heart that one can see rightly; what is essential is invisible to the eye.” Kutipan ini berasal dari buku indah milik Antoine de Saint-Exupery yang berjudul The Little Prince. Buku fiksi yang berpadu dengan animasi bukan buku yang ‘ringan’ untuk dibaca. Sebaliknya buku ini sarat dengan filosofi hidup yang tinggi. Pertama kali saya kenal buku ini sejak di bangku kuliah, dan saya baru memilikinya di awal pelayanan saya di GKI Kayu Putih. Dalam minggu ini, bioskop-bioskop di Jakarta menghadirkan kisah The Little Prince dalam bentuk film animasi yang apik dan tidak mengurangi bobot filosofi dari bukunya. Sayangnya, tidak banyak orang yang menonton film ini. Mungkin terlalu aneh dan ‘berat’, walaupun berjenis cartoon.

Kutipan di atas adalah salah satu kutipan favorit saya dari buku tersebut. Saya menduga, pengarangnya, yang hidup pada zaman perang dunia kedua, sedang mengritik dunia ini, yang dikuasai oleh orang dewasa. Orang dewasa hidup tanpa hati. Hidup mereka digerakkan hanya oleh pikirannya sendiri, mengikuti pola hidup rutin ‘bak robot’, tanpa perasaan. Alhasil, dunia ini penuh dengan kesedihan, kesendirian, dan penindasan. Saint-Exupery menggunakan tokoh anak-anak yang melihat dunia ini dengan hati. Tokoh The Little Prince yang hidup di dunia yang lebih kecil dari dirinya, yang dihidupkan oleh si kakek tua, sulit dipercaya oleh orang dewasa. Hanya seorang gadis kecil yang mempercayai kisah si kakek. Dan hanya dia yang mampu menemukan kebenaran tentang persahabatan, kejujuran, daya juang, dan mengembalikan keindahan hidup yang dipenuhi oleh berjuta bintang di langit.

Hati bagi penulis Amsal juga amat penting. Dalam bahasa Inggris, kata ‘hati’ merupakan terjemahan dari ‘heart’. Biasanya dalam imajinasi manusia, ‘heart’ digambarkan dengan warna merah menyala dan muncul pada saat seseorang jatuh cinta. Lalu kemudian orang salah kaprah, mengira ‘heart’ ini adalah hati dalam organ manusia, atau dalam bahasa Inggris adalah liver. ‘Heart’ lebih tepat diterjemahkan sebagai jantung. Kita tahu, manusia hidup dikendalikan oleh jantungnya. Apabila jantung ini berhenti berdetak, maka berhenti jugalah hidup kita sebagai manusia. Maka tepatlah apa yang dikatakan penulis Amsal, dari hati (baca: jantung) terpancar kehidupan.

Namun, kata-kata penulis Amsal, tidak hanya kita baca secara harafiah tentang pentingnya fungsi hati (baca: jantung). Kita dapat memahami lebih dalam bahwa hidup kita pun ditentukan oleh kondisi hati kita. Apabila hati kita dipenuhi dengan ungkapan syukur, maka hidup kita pun penuh dengan sukacita. Sebaliknya ketika hati ini penuh luka, kecewa, marah, benci, maka hidup kita pun menghasilkan penindasan, ketidakpedulian, dan kekerasan. Karena itu penulis Amsal mengatakan, “jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan.”

Sabtu yang lalu merupakan pengalaman ‘enam jam tak terlupakan’ oleh para peserta seminar “My Father, My Mentor.” Anak-anak dan para ayah yang tadinya ‘agak dipaksa’ hadir oleh mama dan isteri, akhirnya mengakui selama ini hubungan ayah-anak kehilangan maknanya oleh karena rutinitas. Padahal hal-hal sederhana, seperti ngobrol topik tertentu, pergi ke mall berdua, berbagi cita-cita, dan berdoa bersama, memperbaiki relasi yang rusak dan memelihara hidup keluarga semakin harmonis. Hal-hal sederhana memiliki kekuatan apabila dilakukan dengan hati. Ya, hanya dengan hati. Semoga saya dan Anda masih bisa ‘melihat-merasa-bertindak’ dengan hati.

(Pdt. Linna Gunawan)

BERJUMPA DAN BERBAGI KISAH
“Kata mereka seorang kepada yang lain, “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan...