“Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.”
(Matius 2: 16)
“Sultan mah bebas!” Kalimat tersebut mungkin mulai sering kita baca atau dengar. Kalimat ini menjadi bahan candaan, untuk mengungkapkan sindiran terhadap orang yang terlihat bebas memiliki atau melakukan apa saja, termasuk yang tidak wajar sekalipun, karena orang tersebut memiliki kekayaan, pengaruh dan kekuasan besar.
Kebebasan itu sendiri tentu bukanlah hal yang buruk. Namun yang menjadi masalah, bagaimana kalau kebebasan tersebut kemudian kebablasan dan menimbulkan masalah? Entah itu merugikan kepentingan orang lain, atau melanggar peraturan umum yang berlaku.
Sikap penguasa semacam ini bukan hal yang baru. Alkitab mencatat, salah satunya terdapat dalam sosok Raja Herodes. Kekejamannya menjadi kisah kelam yang mewarnai masa kelahiran Yesus. Bacaan kita hari ini menyebutkan, Herodes memerintahkan pembunuhan terhadap semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus, yaitu waktu kelahiran Sang Mesias. Hal ini dilakukan Herodes karena khawatir akan kelahiran “raja orang Yahudi”, yaitu Yesus yang mengancam dan menggeser posisi dan kekuasaannya sebagai raja.
Dalam kehidupan ini, kita mungkin memiliki kekuasaan atau memegang jabatan tertentu, sekecil apapun itu. Bagaimana sikap kita dalam menggunakan kekuasaan yang kita miliki? Rasul Paulus mengingatkan: “…Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Roma 3: 22 – 23).
Semua manusia, termasuk kita, adalah makhluk yang lemah dan berdosa. Tanpa pertolongan dan kasih karunia Tuhan, kita tidak mungkin mampu menjalani hidup dalam kebenaran-Nya, termasuk dalam menjalankan kekuasaan kita. Karena itu biarlah kita senantiasa memiliki kerendahan hati dan mengandalkan kasih karunia Tuhan. Begitu juga ketika kita dipercayakan memiliki kekuasaan, biarlah itu kita jalani dalam rasa tunduk, taat dan kasih kepada Allah dan sesama. Biarlah melalui kekuasaan yang kita miliki, dunia melihat kasih dan kemuliaan Allah. Tuhan kiranya memampukan dan menolong kita.
(Illona Farolan)