“Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana Aku membuangmu, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu!”
(Yeremia 29: 7 – TB2)
Ada beberapa postingan di Instagram yang menimbulkan tawa miris karena jarang sekali anak-anak muda yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan seseorang tentang aspek kebangsaan misalnya ibukota propinsi, tanggal penting di Indonesia hingga isi sila Pancasila. Ketika saya masih remaja, saya wajib belajar tentang Pancasila, walau tidak mudah menghafalkan 45 butir pedoman penghayatan dan pengamalannya Pancasila (P4). Bisa jadi para pengampu negara yang seumuran saya merasakan kesulitan tersebut hingga generasi selanjutnya tidak perlu lagi mendalami P4.
Channel News Asia (CNA) menuliskan in-depth feature yang menarik di mana CNA membandingkan Indonesia dan negara tetangga yang mengalami pemilu baru-baru ini. Ada kekhawatiran terjadinya perpecahan bangsa di kedua negara karena ada parpol yang mengusung panggung politik identitas. Politik identitas mengkampanyekan berbagai rencana dan janji berdasarkan identitas, misalnya suku atau agama. Namun akhirnya di Indonesia rakyat tidak memilih semata-mata berdasar panggung identitas parpol tersebut. Sebaliknya di negara tetangga, pengusungan identitas telah membuat rakyat terpolarisasi dan mempengaruhi kebijakan publik. Para pengamat politik negara tersebut menyebutkan Pancasila menjadi suatu ideologi yang berhasil mencegah Indonesia seperti negara mereka.
Tulisan CNA itu membuat saya tercenung. Saya jarang sekali mengaitkan simbol dan perangkat bangsa Indonesia sebagai bagian ucapan syukur saya. Saya bahkan tidak pernah mendengar khotbah yang bersyukur tentang Pancasila. Semuanya seakan-akan sudah given, tak perlu lagi disyukuri. Artikel tersebut mengoreksi saya dikoreksi dan saya mengakui bahwa bersyukur juga perlu ditujukan atas keberadaan perangkat bangsa dimana saya berada.
Yeremia 29:7 menjelaskan bahwa Tuhan menghendaki keterlibatan setiap anak Tuhan di kota (:negara) dimana mereka berada. Saat perintah ini disampaikan Israel berada di pembuangan, Babilonia. Babel telah menghancurkan Israel dan bait Allah dan menimbulkan korban yang sangat banyak sehingga menimbulkan luka batin yang sangat dalam bagi Israel. Tentu wajar jika umat Israel tidak merasa perlu mendoakan Babel. Tetapi Tuhan selalu memiliki pandangan yang berbeda dengan manusia. Ia menghendaki supaya bangsa Israel tidak hanya berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan diri tetapi juga bagi Babel supaya berkat atas Babel mengalir bagi Israel. Ini adalah aliran berkat 2 arah berkat atas Israel karena mereka bertekun berdoa, berkat itu mengalir ke negara di mana mereka berada yang kemudian mengalir kembali kepada Israel.
Indonesia mungkin tidak terpolarisasi seperti negara tetangga, namun kita mungkin punya kekhawatiran akan hal ini. Kita mesti belajar dari ayat di atas. Mulai dengan bersyukur atas apa yang Indonesia miliki, mendoakan apa yang Indonesia perlu miliki dan melakukan apa yang kita bisa sebagai garam dan terang Tuhan di sini. Sebab jika kita berdoa untuk Indonesia, kita tidak hanya memberkati negara yang bisa menjaga kita, berkat tersebut juga kembali kepada kita. Mari bersyukur atas Pancasila. Hanya atas anugerah Tuhan saja yang memberi hikmat bagi pendiri bangsa hingga Pancasila bisa lahir dan bertahan. Mari ajari anak-anak untuk menghayati apa arti Pancasila agar Pancasila tetap hadir menjadi dasar keutuhan bangsa Indonesia.
(Novi F. Lasi)